Berita
19 Jun 2023
Penulis : Folber Siallagan
Inilah Aturan Kuota dan Zonasi Penangkapan Ikan di Laut Indonesia
Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sedang melakukan penghitungan kuota penangkapan ikan di setiap zona penangkapan ikan terukur. Hal ini merupakan bagian dari proses penyusunan peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT).
“Besaran kuota disusun atas data dan proses yang kredibel, penerapan kuota yang proporsional terkait komposisi upaya tangkap dan kapasitasnya,” ujar Plt. Dirjen Perikanan Tangkap KKP Agus Suherman.
Agus mengatakan, rancangan perhitungan kuota penangkapan ikan dilakukan dengan mempertimbangkan aspek biologi dan ekonomi di setiap zona penangkapan ikan terukur, kuota menjadi aspek penting untuk menjamin pemanfaatan sumber daya ikan sesuai data dukungnya.
Adapun kuota penangkapan ikan akan dibagi menjadi tiga, yaitu kuota nelayan lokal di bawah 12 mil laut, kuota industri di atas 12 mil laut), serta kuota kegiatan bukan untuk tujuan komersial (untuk daerah penangkapan ikan sampai 12 mil laut dan di atas 12 mil laut).
Bagi nelayan kecil dengan kapal perikanan paling besar kumulatif 5 GT, penangkapan ikan terukur akan memberikan beragam keuntungan, di antaranya tidak dikenakan pungutan PNBP serta dapat memanfaatkan kuota industri dan kuota nelayan lokal.
Kebijakan penangkapan terukur ini dilakukan untuk memastikan keseimbangan antara ekologi, ekonomi, dan keberlanjutan sumber daya perikanan.
Menurut Komite Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan), total jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) adalah 9,45 juta ton per tahun dengan nilai produksi mencapai Rp 229,3 triliun.
A
da beberapa kebijakan yang akan diatur, yakni area penangkapan ikan, jumlah ikan yang boleh ditangkap, jenis alat tangkap, kapan waktunya atau musim penangkapan ikan, dan pelabuhan tempat pendaratan ikan.
"Zona penangkapan tetap ada 3 pembagian kuota. Untuk nelayan lokal dengan kapal di bawah 30 GT (gross ton) wilayah penangkapan sampai 12 mil. Di atas 12 mil itu semua untuk penangkapan industri. Nelayan lokal itu izinnya lewat Pemda, jadi nanti kita akan lakukan pembinaan dan sebagainya," jelasnya.
Zona industri akan berada pada 6 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), yakni WPP 572 perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera, WPP 573 perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa, WPP 711 Laut Natuna, WPP 716 Laut Sulawesi, WPP 717 Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik, serta WPP 718 Laut Aru dan Laut Arafuru.
Secara rinci, persentase kuota penangkapan ikan untuk industri akan lebih besar dan diberikan dengan metode lelang terbuka kepada 4-5 investor per zona penangkapan. Nanti, akan ada ikatan kontrak selama 20 tahun antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan investor.
"Nanti dibagi siapa yang nangkap, ada berapa perusahaan. Kalau si A dapat izin menangkap 100.000 ton setahun, kalau sudah 100.000 ton setahun, dia tidak boleh lagi. Jadi sehingga betul-betul tidak terlampaui, jadi potensi ikannya tidak rusak," ungkapnya.
Sedangkan zona nelayan lokal berada di WPP 571 Selat Malaka dan Laut Andaman, WPP 712 Laut Jawa, WPP 713 Selat Makassar, serta WPP 715 Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau. Adapun zona spawning and nursery ground berada di WPP 714 Teluk Tolo dan Laut Banda. WPP 714 adalah tempat berpijah dan bertelurnya beberapa jenis tuna dan ikan pelagis sehingga harus dibatasi penangkapannya.
Agar mudah diawasi, kapal-kapal yang membawa hasil ikan tangkap untuk suplai pasar domestik dan ekspor harus membongkar muatannya di pelabuhan di WPP tempatnya menangkap. (*)
Berita Lainnya