Berita
6 Sep 2023
Penulis : Folber Siallagan
Peraturan Lemah, Bakamla Sulit Menindak Kapal Asing
Aturan dan sanksi sejumlah pelanggaran kapal asing di perairan Indonesia dinilai masih lemah dan banyak bolongnya. Sehingga, banyak pelanggaran yang yang dilakukan oleh kapal asing namun tidak dapat ditindak aparat keamanan laut. Untuk itu, pemerintah bersama DPR diminta membuat peraturan yang lebih komprehensif sehingga tidak ada celah yang bisa dimanfaatkan kapal asing selama di perairan Indonesia.
Hal tersebut dikatakan Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI Laksamana Madya (Laksdya) TNI Aan Kurnia saat rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI. Dia menyarankan Komisi I yang membidangi pertahanan dan keamanan untuk melengkapi aturan keamanan di laut. Menurutnya, sudah saatnya DPR menggulirkan kebijakan untuk menjerat kapal asing yang melakukan aktivitas ilegal di perairan Indonesia, mulai dari pemindahan barang (transshipment) ilegal hingga mengelabui data AIS (automatic identification system).
"Saran kami ke pimpinan dan bapak-bapak, ibu-ibu Yang Terhormat Komisi I ini mungkin bisa didiskusikan karena kalau tidak perairan kita akan dilecehkan, dan kita tidak bisa menangkap atau menuntut yang pelanggaran-pelanggaran seperti ini ke pengadilan karena memang tidak ada aturannya," kata Aan.
Dia mencontohkan kasus 'mengakali' celah aturan di Indonesia yang bolong oleh kapal supertanker berbendera Orang, MT Arman 114. Diceritakan Aan, saat itu kapal raksasa tersebut melakukan aktivitas ilegal pada zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia pada Juli lalu. "Karena ada celah pada peraturan kita, kami Bakamla tak dapat menjerat hukum kapal tersebut, ini yang sangat memprihatinkan kami," ujarnya.
Padahal, lanjut dia, kapal yang membawa muatan minyak mentah senilai Rp 4,6 triliun itu melakukan transshipment bahan bakar minyak tanpa izin ke kapal supertanker asing lainnya berbendera Kamerun, MT S Tinos.
Tidak hanya itu, kapal tersebut juga melakukan pengelabuan data AIS sehingga seolah-seolah kapal itu berada di perairan luar negeri yakni Laut Merah, padahal kapal sedang berlayar di perairan Indonesia.
Termasuk, lanjut dia, kapal tersebut tidak mengindahkan peringatan dari Bakamla untuk berhenti saat dilakukan pengejaran hingga akhirnya dibantu Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) ketika kapal sudah masuk perairan Malaysia.
"Yang masalah AIS-nya menipu, kemudian dia transshipment di wilayah kita, kemudian dihentikan tidak mau berhenti, ini tidak ada aturan yang bisa menjerat," ujarnya.
Aan pun menyayangkan karena pada akhirnya Bakamla hanya mampu menjerat kapal tersebut atas tindakannya membuang limbah (dumping) minyak ke perairan Indonesia. (*)
Berita Lainnya